SEJARAH SUKU KOMERING DAN
ADAT ISTIADAT
|
Suku Komering |
Komering merupakan salah satu suku atau wilayah budaya di
Sumatra Selatan, yang berada di sepanjang aliran Sungai Komering. Seperti
halnya suku-suku di Sumatra Selatan, karakter suku ini adalah penjelajah
sehingga penyebaran suku ini cukup luas hingga ke Lampung.
Suku Komering terbagi beberapa marga, di antaranya marga
Paku Sengkunyit, marga Sosoh Buay Rayap, marga Buay Pemuka Peliyung, marga Buay
Madang, dan marga Semendawai. Wilayah budaya Komering merupakan wilayah yang
paling luas jika dibandingkan dengan wilayah budaya suku-suku lainnya di
Sumatra Selatan. Selain itu, bila dilihat dari karakter masyarakatnya, suku
Komering dikenal memiliki temperamen yang tinggi dan keras.
Berdasarkan cerita rakyat di masyarakat Komering, suku
Komering dan suku Batak, Sumatra Utara, dikisahkan masih bersaudara. Kakak
beradik yang datang dari negeri seberang. Setelah sampai di Sumatra, mereka
berpisah. Sang kakak pergi ke selatan menjadi puyang suku Komering, dan sang
adik ke utara menjadi puyang suku Batak.
Berdasarkan temuan dan analisa sejarah, Dusun Minanga Tuha,
di daerah marga Semendawai Suku I, atau dusun keenam dari Dusun Gunung Jati
diperkirakan merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya bagian awal. Sedangkan
Palembang diyakini sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya bagian tengah, dan Jambi
sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya bagian akhir. Kala itu, Minanga Tuha, sebagai
kota pelabuhan, atau tempat berlangsungnya aktivitas bongkar dan muat barang
serta bersandarnya kapal-kapal Sriwijaya maupun kapal-kapal asing yang memiliki
baik hubungan dagang, politik, budaya, maupun religi dengan Sriwijaya.
Sejak abad pertengahan, suku Komering, sama halnya dengan
rumpun Melayu lainnya, menerima Islam sebagai sebuah agama dan kepercayaan.
Kedatangan Islam itu melahirkan mitos. Mitosnya mengenai seorang panglima dari
bala tentara Fatahilah, Banten, bernama Tandipulau, yang menjadi tamu di daerah
marga Semendawai Suku III. Ia datang menggunakan perahu menelusuri Sungai
Komering. Tandipulau berlabuh dan menetap di daerah marga Semendawai Suku III,
tepatnya di Dusun Kuripan. Keturunan Tandipulau membuka permukiman baru di
seberang sungai atau seberang dusun Kuripan, yang disebut Dusun Gunung Jati.
Selanjutnya, marga Semendawai disebut keturunan Tandipulau dari Dusun Kuripan. Tandipulau
dalam bahasa Komering berarti ‘tuan di pulau’. Makamnya, yang terletak di Dusun
Kuripan, hingga kini masih terpelihara. Masyarakat Komering, khususnya marga
Semendawai, sering berziarah kubur ke makam tersebut.
RUMAH
TRADISI KOMERING
|
Rumah Ulu |
Salah satu tanda kebudayaan Komering dari masa lalu, yang
hingga kini tetap terjaga adalah rumah. Pada masyarakat Komering, khususnya
marga Semendawai, memiliki atau mengenal dua jenis rumah tempat tinggal yang
bersifat tradisional, yakni rumah ulu dan rumah gudang.
Berdasarkan struktur bangunan, antara rumah ulu dan rumah
gudang pada prinsipnya sama, tapi pembangunan rumah gudang umumnya cenderung
mengalami beberapa modifikasi, dan tidak patuh lagi seperti rumah-rumah ulu,
terutama untuk arah hadap seperti hulu (utara), liba(selatan), darak (barat),
dan laok (timur). Perbedaan lainnya, pada rumah gudang, selalu dibuat atau ada
ventilasi yang posisinya tepat berada di atas setiap pintu dan jendela,
sedangkan pada rumah ulu tidak mengenal ventilasi udara.
Baik rumah gudang maupun rumah ulu merupakan jenis rumah
panggung atau rumah yang memiliki tiang penyangga. Bahan utama pembuatan rumah
gudang dan ulu adalah kayu atau papan.
Lantaran
rumah gudang Komering lebih muda jika dibandingkan dengan rumah ulu, rumah ini
sudah mengenal dan menerapkan kombinasi antara bahan kayu dan paku, kaca, cat,
porselen atau marmer, genteng, dan semen. Misalnya banyak tangga atau disebut
ijan mukak rumah gudang yang terbuat dari semen berlapis keramik, atau daun
pintu dan jendelanya sudah dikombinasikan dengan kaca. Bahkan, kecenderungan
akhir-akhir ini, rumah gudang sudah menggunakan tiang penyangga teknik cor
beton dan atau batu bata, yang sebelumnya dari gelondong. Dan, di antara tiang
rumah umumnya sudah pula diberi dinding semi permanen atau permanen, kemudian
dijadikan tempat tinggal atau lambahan bah (rumah bawah). Mengingat bahan kayu
yang saat ini semakin langka dan mahal, tampaknya masyarakat Komering lebih
banyak memilih atau membangun jenis rumah gudang.
Rumah ulu sepenuhnya menggunakan bahan kayu atau papan.
Tiang penyangga menggunakan gelondongan, lalu tangga, dinding, pintu, dan
jendela menggunakan papan. Atap rumah dibuat dari daun enau dengan teknik
rangkai-tumpuk. Tapi mengingat daya tahan dan gampang terbakar, sekarang atap
daun enau ini diganti atap genteng. Sambungan kayu pada rumah ulu tidak
menggunakan paku, tetapi menggunakan pasak kayu atau bambu, termasuk untuk
engsel pintu, dan jendelanya juga masih menggunakan teknik engsel pasak.
Mengingat bahan kayu yang saat ini mahal dan langka, sejak tiga dasawarsa
terakhir, masyarakat Komering mulai jarang membangun rumah ulu.
Berdasarkan struktur bangunannya, rumah ulu terbagi atas
tiga bagian, yakni bagian depan (garang), rumah bagian tengah atau utama
(ambin, haluan, dan kakudan) serta rumah bagian belakang (pawon). Bagi
masyarakat Komering, rumah tengah atau utama bersifat sakral, sedangkan garang
atau pawon bersifat profan sehingga pada pintu depan (rawang balak) dari garang
ke haluan, dan juga pada pintu belakang (rawang pawon) dari kakudan ke pawon,
konstruksi kusen pintunya dibuat tinggi atau ada langkahan (ngalangkah). Rumah
tengah atau utama dibagi menjadi tiga ruang, yaitu ambin atau kamar tidur,
haluan, dan kakudan.
Berdasarkan struktur lantai pada rumah ulu, dapat diketahui
setiapruang memiliki hierarkis yang ditandai peninggian atau merendahkan lantai
ruangannya. Ambin memiliki kedudukan yang tertingggi (dunia atas), selanjutnya
haluan dan kakudan (dunia tengah) serta garang dan pawon (dunia bawah). Untuk
lantai haluan sama tinggi dengan lantai kakudan , dan di antara keduanya tidak
terdapat dinding.
Berdasarkan hierarki rumah ulu, haluan memiliki tingkatan
yang sama dengan kakudan, namun keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Haluan
(perempuan) dan kakudan (laki-laki). Sebagai penanda bahwa adanya perbedaan
fungsi antara haluan dan kakudanp>, di antara lantai haluan dan kakudan
diberi kayu balok panjang yang posisinya melintang, dan di atasnya ada sangai
(tiang), sebagai perantara haluan dengan kakudan.
Sedangkan untuk lantai garang dan pawon (dunia bawah)
posisinya paling rendah baik dari lantai ambin, haluan, maupun kakudan. Haluan
posisinya berada di tengah-tengah rumah ulu, diapit dari arah sebelah
laok-darak (barat-timur) dan hulu-liba/hilir (utara-selatan), yakni oleh
ambin-kakudan dan garang-pawon. Ambin (kamar tidur) memiliki kedudukan
tertinggi dan suci, sejalan dengan pandangan masyarakat Komering bahwa keluarga
harus dijunjung tinggi kesucian dan kehormatannya. Karenanya, dalam struktur
rumah ulu, posisi ambin di sebelah laok (barat=arah salat/kiblat).
Haluan adalah perempuan, sedangkan kakudan adalah laki-laki,
itulah sebabnya balai pari (lumbung padi = perempuan) posisinya tepat di bawah
haluan, dan kandang hewan berada di bawah kakudan (tanduk =laki-laki). Dalam
sebuah acara adat yang disebut Ningkuk, haluan hanya diperuntukkan bagi
perempuan dan kakudan tempat laki-laki. Jika ada pemuda yang bertamu ke rumah
seorang gadis, si pemuda hanya boleh duduk di kakudan, dan si gadisnya harus
berada di haluan. Untuk tamu yang baru dikenal biasanya akan dijamu di garang,
sedangkan untuk tamu-tamu yang sudah dikenal baik oleh tuan rumah, biasanya
akan dipersilakan masuk dengan melangkah rawang balak (hubungan darah dan
mentalitas kelompok atau keluarga).
Dalam upacara adat melamar, ketika pihak keluarga calon
besan mempelai laki-laki baru datang, terlebih dahulu mereka akan ditempatkan
di garang, setelah menjalani beberapa prosesi, barulah rombongan dapat
dipersilakan masuk ke rumah tengah atau utama, dalam hal ini haluan untuk
perempuan dan kakudan bagi laki-laki. Demikian pula pada saat akan
melangsungkan akad nikah, posisi duduk calon mempelai laki-laki harus di
kakudan, sedangkan calon mempelai wanita di haluan. Setelah selesai akad nikah,
baru kedua mempelai dipersandingkan di pelaminan yang berada di ruang haluan,
posisi atau arah hadap pelaminan tempat kedua mempelai bersanding biasanya ke
utara atau hulu.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut