A. Kerajaan-kerajaan Islam Pertama
di Sumatera.
1. Samudera Pasai.
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai
yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut
Aceh. Kemunculan sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau
pertengahana abad ke 13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah
pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M,
dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M itu
didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari
nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan
Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Malik al-Saleh, raja pertama itu, merupakan pendiri kerajaan
tersebut. Hal itu diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai,
Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas
beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana barat, khususnya para sarjana Belanda,
seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J. Hushoff Poll, G.P.
Rouffaer, H.K.J. Cowan, dan lain-lain.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang di sana sejak awal abad
ke-13 M, didukung oleh cerita Cina dan pendapat Ibn batutah, seorang pengembara
terkenal asala Maroko, yang pada pertengahan abad ke-14 M ( tahun 746 H / 1345
M ) mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ketika
itu Samudera Pasai diperintah oleh Sultan Malik al-Zahir, putera Sultan Malik
al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil
Sa-mu-ta-la ( Samudera ) mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut
dengan nama-nama muslim yakni Husein dan Sulaiman. Ibnu Batutah menyatakan bahwa
Islam sudah hampir seabad lamanya disiarkan di sana. Ia meriwayatkan kesalehan,
kerendahan hati, dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya,
mengikuti mazhab Syafi’i. Berdasarkan beritanya pula, kerajaan Samudera Pasai
ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul ulama-ulama
dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan
keduniaan.
Mata uang dirham dari Samudera Pasai tersebut pernah diteliti oleh
H.K.J. Cowan untuk menunjukkan bukti-bukti sejarah raja-raja Pasai. Mata uang
tersebut menggunakan nama-nama Sultan Alaudin, Sultan manshur malik al-zahir,
Sultan Abu Zaid dan Abdullah. Pada tahun 1973 M, ditemukan lagi 11 mata uang
dirham di antaranya bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik al-Zahir, Sultan
Ahmad, Sultan Abdullah, semuanya adalah raja-raja Samudera Pasai pada abad
ke-14 M dan 15 M.
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. pada
tahun 1521 M kerajaan ini ditaklukan oleh Portugis yang mendudukinya selama 3
tahun, kemudian tahun 1524 M dianekasasi oleh raja Aceh, Ali Mughayatsyah.
Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh
yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
2. Aceh Darussalam.
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama
Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu
diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat,
Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri,
oleh Muzaffar Syah ( 1465 – 1497 ). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam. Menurutnya, pada masa
pemerintahannya Aceh darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang
perdagangan, karena saudagar-saudagar muslim yang sebelumnya berdagang dengan
Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis (
1511 M ). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh portugis itu, jalan dagang yang
sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka,
pindah melalui Selat Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh.
Dengan demikian, Aceh menajadi ramai dikunjungi oleh para saudagar dari
berbagai negeri.
Menurut H.J. de Graaf, Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini
menjadi bagian wilayah Aceh, dan pergantian agama diperkirakan terjadi
mendekati pertengahan abad ke-14. Menurutnya, kerajaan Aceh merupakan penyatuan
dari dua kerajaan kecil, yaitu Lamuri dan Aceh Dar al-kamal. Ia juga
berpendapat bahwa rajanya yang pertama adalah Ali Mughayat Syah.
Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin
Riayat Syah yang bergelar al-Qahar. Dalam menghadapi balatentara Portugis, ia
menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan
negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani
tersebut, Aceh dapat membangun angkatan perangnya dengan baik. Aceh ketika itu
nampaknya mengakui kerajaan Turki Usmani sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
dan kekhalifahan dalam Islam.
B. Tumbuh
dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
1. Demak.
Sebagaimana telah disebutkan dalam bab terdahulu, perkembangan
Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal
itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun
pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta,
Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan
Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Raden Patah dalam menjalankan
pemerintahannya, terutama dalam persoalan-persoalan agama, di bantu oleh para
ulama, Wali Songo. Sebelumnya, Demak masih bernama Bintoro merupakan daerah
vasal Majapahit yang diberikan Raja Majapahit kepada Raden Patah. Daerah ini
lamabat laun menjadi pusat perkembangan agama Islamyang diselenggarakan oleh
para wali.
Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15
hingga awal abad ke-16. dikatakan, ia adalah seorang anak Raja Majapahit dari
seorang ibu muslim keturunan Campa. Ia digantikan oleh anaknya, Sambrang Lor,
dikenal juga dengan nama Pati Unus.
Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai sultan
oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul ‘Arifin. Ia memerintah
pada tahun 1524 – 1546. Pada masa sultan Demak ketiga inilah Islam dikembangkan
ke seluruh tanah Jawa,bahkan sampai ke Kalimantan. Pada tahun 1527 Tuban dan
majapahit jatuh ke tangan kerajaan Demak. Pada tahun 1529 berhasil menundukan
Madiun, Blora ( 1530 ), Surabaya ( 1531 ), Pasuruan ( 1535 ), antara tahun 1541
– 1542 Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri ( 1544 ). Setelah Sultan
Trenggono terbunuh, ia digantikan oleh adiknya Prawoto. Kerajaan Demak berakhir
setelah terbunuhnya Prawoto, pembunuhnya adalah Aria panangsang dari Jipang
pada tahun 1549.
2. Pajang.
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris
kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu
merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman Pulau Jawa.
Usia kesultanan ini tidak panjang. Kekuasaan dan kebesarannya kemudian diambil
alih oleh kerajaan Mataram.
Raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari
Pengging, di lereng gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga, Sultan Trenggono,
Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang, setelah sebelumnya dikawinkan
dengan anak perempuannya. Kediaman penguasa Pajang itu, menurut Babad, dibangun
dengan mencontoh kraton Demak.
Pada tahun 1546 Sultan Demak meninggal dunia. Setelah itu muncul
kekacauan di ibu kota. Konon Jaka Tingkir yang telah menjadi penguasa Pajang
itu dengan segera mengambil alih kekuasaan karena anak sulung Sultan Trenggono
yang menjadi pewaris tahta kesultanan, susuhunan Prawoto, dibunuh oleh
kemenakannya, Aria Panangsang yang waktu itu menjadi penguasa di Jipang (
Bojonegoro sekarang ).
Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya, kesusasteraan dan kesenian
keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman
Jawa. Pengaruh agama Islam yang kuat di pesisir menjalar dan tersebar ke daerah
pedalaman.
Riwayat kerajaan Pajang berakhir tahun 1618. kerajaan pajang pada
waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu di bawah Sultan Agung.
Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.
3. Cirebon.
Sultan Gunung Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di
jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Jati.
Di awal abad ke-16, Cirebon merupakan sebuah daerah kecil di bawah
kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru
labuhan di sana, bernama Pangeran Walangsungsang, seorang tokoh yang mempunyai
hubungan darah dengan raja Pajajaran. Ketika berhasil memajukan Cirebon, ia
sudah menganut agama Islam. Disebutkan oleh Tome Pires, Islam sudah ada di
Cirebon sekitar 1470 – 1475 M. akan tetapi, orang yang berhasil meningkatkan
status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalah Syarif Hidayat yang terkenal
dengan gelar Sunan Gunung Jati, pengganti dan keponakan dari Pangeran
Walangsungsang. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga
Banten.
Sebagai keponakan dari Pangeran Walangsungsang, Sunan Gunung Jati
juga mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Raja dimaksud adalah Prabu
Siliwangi, raja Sunda yang berkedudukan di Pakuan Pajajaran, yang nikah dengan
nyai Subang Larang tahun 1422.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke
daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali ( Galuh
), Sunda Kelapa dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum
Muslimin di Banten diletakkan oleh Sunan Gunung jati tahun 1524 atau 1525 M.
Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan
hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Banten. Di tangan raja-raja
Banten tersebut, akhirnya, kerajaan Pajajaran dikalahkan. Atas prakarsa Sunan
Gunung Jati juga penyerangan ke Sunda Kelapa dilakukan ( 1527 M ). Penyerangan
ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara Demak.
Setelah Sunan Gunung Jatiwafat, ia diganti oleh cicitnya yang
terkenal dengan gelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat
tahun 1650, dan digantikan oleh puteranya yang bergelar Panembahan Girilaya.
Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai pangeran
Girilya itu. Sepeninggalnya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah
oleh dua puteranya, Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau
Panembahan Anom. Panembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kesepuhan sebagai rajanya
yang pertama dengan gelar Samsuddin, sementara Panembahan Anom memimpin
Kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin.
C. Tumbuh
dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.
Kalimantan terlalu luas untuk berada di bawah satu kekuasan pada
waktu datangnya Islam. Daerah barat laut menerima Islam dari malaya, daerah
timur dari makasar dan wilayah selatan dari Jawa.
1.
Berdirinya Kerajaan Banjar di
Kalimantan Selatan.
Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang mesuknya Islam di
Kalimantan selatan selalu mengidentifikasikan dengan berdirinya kerajaan
Banjarmasin. Kerajaan banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang
beragama Hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga
istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan
pamannya Pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar, ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia
berwasiat, agar yang mengantikannya nanti adalah cucunya Raden Samudera. Tentu
saja keempat orang puteranya tidak menerima sikap ayahnya itu, lebih-lebih
Pangeran Tumanggung yang sangat berambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan raja
dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi. Waktu itu, Pangeran Samudera
baru berumur 7 tahun. Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama berkuasa. Ia
terbunuh oleh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut Pangeran Tumanggung.
Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran Tumanggunglah yang
tampil menjadi raja Daha.
Dalam pada itu Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara. Ia
kemudian diasuh oleh seorang patih, bernama Patih Masih. Atas bantuannya
Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan perlawanan. Dalam serangan
pertamanya Pangeran Samudera berhasil menguasai Muara Bahan, sebuah pelabuhan
strategis yang sering dikunjungi para pedagang luar, seperti dari pesisir utara
Jawa, Gujarat, dan Malaka.
Dalam peperangan itu, Pangeran Samudera memperoleh kemenangan, dan
sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat kraton dan penduduk Banjar
menyatakan diri masuk Islam. Pangeran Samudera sendiri, setelah masuk Islam,
diberi nama Sultan Suryanullah atau Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja
pertama dalam kerajaan Islam Banjar.
Ketika Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah
mengakui kekuasaannya, yakni daerah Sambas, Batanglawai, Sukadana,
Kotawaringin, Sampit, Medawi, dan Sambangan.
Sultan Suryanullah diganti oleh putera tertuanya yang bergelar
Sultan Rahmatullah. Raja-raja banjar berikutnya adalah Sultan Hidayatullah (
putera Sultan Rahmatullah ) dan Marhum Panembahan yang dikenal dengan
Musta’inullah. Pada masa Marhum Panembahan, ibu kota kerajaan dipindahkan
beberapa kali. Pertama ke Amuntai, kemudian ke Tambangan dan Batang Banju, dan
akhirnya ke Amuntai kembali. Perpindahan ibu kota kerajaan itu terjadi akibat
datangnya pihak Belanda ke Banjar dan menimbulkan huru-hara.
2.
Kutai di Kalimantan Timur.
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada
masa pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang di antaranya adalah Tuan di
bandang, yang dikenal dengan Dato’Ri Bandang dari makassar; yang lainnya adalah
Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu, Dato’Ri Bandang kembali ke
Makassar sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai. Melalui yang terakhir
inilah Raja Mahkota tunduk kepada keimanan Islam. Setelah itu, segera dibangun
sebuah mesjid dan pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti
pengajaran itu adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para menteri,
panglima dan hulubalang, dan akhirnya rakyat biasa.
Sejak itu, Raja mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan
pedang. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi
pada tahun 1575. penyebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman dilakukan
terutama pada waktu puteranya, Aji di Langgar, dan pengganti-penggantinya,
meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.
D. Hubungan
Politik dan Keagamaan antara Kerajaan-kerajaan Islam.
Hubungan antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya
pertama-tama memang terjalin karena persamaan agama. Hubungan itu pada mulanya,
mengambil bentuk kegiatan dakwah, kemudian berlanjut setelah kerajaan-kerajaan
Islam berdiri. Demikianlah misalnya antara Giri dengan daerah-daerah Islam di
Indonesia bagian timur, terutama Maluku. Adalah dalam rangka penyebaran Islam
itu pula Fadhillah Khan dari Pasai datang ke Demak, untuk memperluas wilayah
kekuasaan ke Sunda Kelapa.
Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk
memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan
Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Persekutuan
antara Demak dengan Cirebon dalam menaklukkan Banten dan Sunda Kelapa dapat
diambil sebagai contoh. Contoh lainnya adalah persekutuan kerajaan-kerajaan
Islam dalam menghadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha memonopoli
pelayaran dan perdagangan.
Meskipun demikian, kalau kepentingan politik dan ekonomi
antarkerajaan-kerajaan Islam itu sendiri terancam, persamaan agama tidak
menjamin bahwa permusuhan tidak ada. Peperangan di kalangan kerejaan-kerajaan
Islam sendiri sering terjadi. Misalnya, antara Pajang dan Demak, Ternate dan
Tidore, Gowa-Tallo dan Bone. Oleh karena kepentingan yang berbeda di antara
kerajaan-kerajaan itu pula, sering satu kerajaan Islam meminta bantuan kepada
pihak lain, terutama Kompeni Belanda, untuk mengalahkan kerajaan islam yang
lain.
Hubungan antarkerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam
bidang budaya dan keagamaan. Samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal
dengan Serambi Mekahmenjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini
ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya
ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu ke sana.
Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap
daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Karya-karya sastera dan keagamaan
dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi karya-karya
itu seringkali mirip antara satu dengan yang lain. Kerajaan Islam itu telah
merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi
pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.
Komentar
Posting Komentar